IPS

Pertanyaan

latar belakang tanam paksa adalah

2 Jawaban

  • Kosongnya kas Belanda akibat biaya peperangan.
  • Faktor utama diberlakukannya sistem tanam paksa di Indonesia adalah adanya kesulitan keuangan yang dialami oleh Pemerintah Belanda. Pengeluaran Belanda digunakan untuk membiayai keperluan militer sebagai akibat Perang Belgia pada tahun 1830 di Negeri Belanda dan Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) di Indonesia. Perang Belgia berakhir dengan kemerdekaan Belgia (memisahkan diri dari Belanda) dan menyebabkan keuangan Belanda memburuk. Perang Diponegoro merupakan perang termahal bagi pihak Belanda dalam menghadapi perlawanan dari pihak pribumi yaitu sekitar 20 juta gulden.[2] Usaha untuk menyelamatkan keuangan Belanda sebenarnya sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Van der Capellen (1819-1825). Van der Capellen menerapkan suatu kebijakan yang menjamin orang Jawa untuk menggunakan dan memetik hasil tanah mereka secara bebas. Kebijakan yang ditempuh saat itu diharapkan dapat mendorong orang Jawa untuk menghasilkan produk yang dapat dijual sehingga lebih memudahkan mereka membayar sewa tanah. Kebijakan ini menemui kegagalan karena pengeluaran tambahan akibat Perang Jawa dan merosotnya harga komoditi pertanian tropis di dunia.[3] Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat hambatan karena persaingan-persaingan dagang internasional. Persaingan dagang tersebut diantaranya dengan pihak Inggris, dan setelah berdirinya Singapura pada tahun 1819 menyebabkan peranan Batavia dalam perdagangan semakin kecil di kawasan Asia Tenggara. Permasalahan di kawasan Indonesia sendiri diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa, dimana kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda. Selama Perang Jawa berlangsung, pihak Belanda memikirkan berbagai rencana untuk memperoleh keuntungan besar dari koloni-koloninya terutama Pulau Jawa. Pada tahun 1829 Johannes Van den Bosch menyampaikan kepada Raja Belanda usulan-usulan yang kelak disebut culturstelsel.[4] Van den Bosch ingin menjadikan Jawa sebagai aset yang menguntungkan tanah air dalam tempo sesingkat mungkin dengan menghasilkan komoditi pertanian tropis, terutama kopi, gula, dan nila (indigo), dengan harga murah sehingga dapat bersaing dengan produk serupa dari belahan dunia lain. Van den Bosch menyarankan sebuah sistem yang dia klaim lebih sesuai dengan tradisi orang Jawa, yang didasarkan atas penanaman dan penyerahan secara paksa hasil bumi (forced cultivation) kepada pemerintah.[5] Raja menyetuji usulan-usulan tersebut, dan pada bulan Januari 1830 Van den Bosch tiba di Jawa sebagai Gubernur Jenderal yang baru.

Pertanyaan Lainnya