Latar belakang peristiwa wasterling di makasar
Sejarah
nurlitayuanti
Pertanyaan
Latar belakang peristiwa wasterling di makasar
2 Jawaban
-
1. Jawaban LusiKecehh
Peristiwa bersejarah ini, diawali kedatangan sebanyak 123 tentara pasukan Depot Speciale Troepen dipimpin Kapten Westerling, 5 Desember 1946 di kota Makassar. Pasukan yang ditempatkan di kamp militer Mattoangin itu merupakan tentara pembunuh terlatih. Diperintahkan pemimpin militer Belanda membantu tentara NICA (Nederlands Indisch Civil Administration) yang mendapat perlawanan pejuang dan rakyat di Sulsel.
Tentara NICA/Belanda sudah terlebih dahalu mendarat bersama tentara sekutu, 23 September 1945 di Kota Makassar. Dimaksudkan bertugas membantu membebaskan tawanan perang dan melucuti tentara Jepang di Sulsel, setelah dinyatakan kalah perang. Akan tetapi, dalam kenyataan kehadiran tentara NICA membonceng tentara Sekutu justeru berupaya melakukan pendudukan dan penguasaan wilayah di Sulsel dalam suasana Indonesia saat itu baru saja menyatakan kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Mereka mendapat perlawanan dari para pejuang dan rakyat di Sulsel dan semua daerah yang kini masuk wilayah Provinsi Sulawesi Barat. -
2. Jawaban RenggaSangar
Pembantaian yang dilakukan oleh tentara komando pasukan khusus Belanda bernama Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling itu berlangsung sejak Desember 1946 hingga awal akhir 1947.
Operasi pembantaian dilakukan di beberapa daerah yakni Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene (Pangkajenedan Kepulauan), Barru, Sidenreng Rappang (Sidrap), Pinrang, Polewali, dan Mandar.
Pengiriman DST dilakukan Belanda untuk mengatasi kegigihan rakyat Sulsel melakukan perlawanan usai proklamasi kemerdekaan Indonesia terhadap tentara NICA (Nederlands Indisch Civil Administration) yang kembali datang ke tanah air dengan membonceng tentara sekutu.
Contohnya, para pemuda dan pelajar di Makassar mengibarkan bendera merah-putih usai menyerbu dan menduduki Empress Hotel yang berfungsi sebagai markas NICA. Bukan hanya itu, para pelajar juga menyerbu tangsi Polisi di jalan Gowa, kantor gubernur, dan kantor polisi di jalan balaikota.
Semangat perlawanan terhadap Belanda makin berkobar ketika Pusat Pemuda National Indonesia (PPNI), sebuah organisasi perlawanan garis keras yang dipimpin Manai Sophian (ayah Alm Sopan Sophian), menyerukan pengibaran bendera merah-putih di setiap rumah di kota Makassar yang kemudian ditaati oleh rakyat.
Bukan hanya itu, pada 15 oktober 1945, raja-raja yang ada di Sulsel bersama dengan Gubernur Ratulangi, membuat pernyataan bersama untuk mendukung pemerintah Republik Indonesia yang baru terbentuk.
Perkembangan tersebutlah jadi salah satu yang kemudian membuat Belanda semakin tidak nyaman lalu mengirim pasukan khusus DST pimpinan Westerling untuk melakukan pembantaian di Sulsel.
Sebanyak 123 tentara pasukan pembunuh dipimpin Kapten Westerling datang ke Makassar pada 5 Desember 1946. Kedatangan DST itu untuk membantu tentara NICA yang sudah berada di Makassar bersama tentara sekutu pada 23 September 1945.
Kedatangan tentara NICA sendiri awalnya diimaksudkan untuk membantu membebaskan tawanan perang dan melucuti tentara Jepang di Sulsel, setelah dinyatakan kalah perang. Akan tetapi, dalam kenyataan kehadiran tentara NICA justeru berupaya melakukan pendudukan dan penguasaan wilayah di Sulsel sehingga mendapat perlawanan sengit dari rakyat Sulsel.
Mendapat bantuan dari Westerling dan pasukannya, keinginan penguasaan Belanda terhadap wilayah Indonesia khusunya di Sulsel makin tampak dengan menyatakan Keadaan Darurat Perang (SOB) mulai 11 Desember 1946 oleh Gubernur Jenderal Belanda melalui surat keputusan No.1 Stbl. No.139 Tahun 194.
SOB dikeluarkan hanya sehari setelah pasukan Westerling yang ditempatkan di tangsi militer Mattoanging melakukan penggrebekan di sejumlah lokasi pemukiman penduduk di Lariangbangngi, Bara-baraya, Macciniparang dan sejumlah tempat lainnya di Makassar.
Di bawah ancaman senjata berbayonet, para penduduk yang tak terhitung jumlahnya tersebut digiring ke lapangan Batua, kemudian diberondong dengan tembakan hingga bersimbah darah.
Dengan keluarnya pernyataan SOB oleh Gubernur Jenderal Belanda keesokan harinya, pasukan Westerling semakin leluasa melakukan pembantaian di sejumlah daerah di Sulsel, termasuk wilayah yang sekarang jadi Sulawesi Barat (Sulbar).
Semoga Membantu