unsur intrinsik dalam film jendral sudirman
Pertanyaan
2 Jawaban
-
1. Jawaban A7XQQ2
"Jenderal Soedirman" merupakan sebuah film biografi tokoh Jenderal Soedirman, yang dikisahkan pada tahun 1946 sampai tahun 1949.
Belanda menyatakan secara sepihak sudah tidak terikat dengan perjanjian Renville, sekaligus menyatakan penghentian gencatan senjata. Pada tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor Panglima Tentara Belanda memimpin Agresi militer ke II menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik.
Soekarno (Baim Wong)-Hatta (Nugie) ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Jenderal Soedirman (Adipati Dolken) yang sedang didera sakit berat melakukan perjalanan ke arah selatan dan memimpin perang gerilya selama tujuh bulan.
Pada saat itu, Belanda menyatakan Indonesia sudah tidak ada. Dari kedalaman hutan, Jenderal Soedirman menyiarkan bahwa Republik Indonesia masih ada, kokoh berdiri bersama Tentara Nasionalnya yang kuat.
Soedirman membuat Jawa menjadi medan perang gerilya yang luas, membuat Belanda kehabisan logistik dan waktu.
Kemanunggalan tentara dan rakyat lah akhirya memenangkan perang. Dengan ditanda tangani Perjanjian Roem-Royen, Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan RI seutuhnya.
-
2. Jawaban Fadhelnetters
Film Jenderal Soedirman garapan Viva Westi mungkin yang paling jeli dalam menyiasati tantangan itu.Dalam beberapa film sejarah atau biografi, langkah yang umum diambil adalah menceritakan satu tokoh dari awal hingga akhir hidupnya. Atau, ada juga yang mengisahkan perjalanan panjang dari hal yang diperjuangkan tokoh tersebut, seperti bisa dilihat di film Sang Pencerah, Soekarno, atau Guru Bangsa: Tjokroaminoto. Namun, Jenderal Soedirman mengambil jalur yang lebih mikro, yaitu tentang perang gerilya yang dilakukan Soedirman sebagai respons atas agresi militer kedua Belanda di Indonesia tahun 1948, hingga Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia di tahun 1949.
Film ini dibuka dengan latar belakang singkat soal Soedirman sebagai pemimpin tentara Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, Soedirman (Adipati Dolken) terpilih menjadi panglima besar tentara Indonesia. Soedirman sendiri menyatakan tunduk pada pemerintahan Republik Indonesia yang sah pimpinan Soekarno dan Hatta. Akan tetapi, keadaan negara tidaklah mulus karena masih berprosesnya pembentukan pemerintahan, yang kerap menimbulkan gejolak politik dan perpecahan. Ditambah lagi, pemerintah Belanda masih belum mau mengakui kemerdekaan Indonesia—pemerintahan Indonesia dan pendukungnya dianggap sebagai kriminal pemberontak pemerintah kolonial.
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua ke ibukota Indonesia saat itu, Yogyakarta. Belajar dari pengalaman agresi militer pertama Belanda di tahun 1947, Soedirman hendak turun langsung dalam perang gerilya, mengingat personel, keahlian, dan persenjataan yang tak seimbang dengan tentara Belanda. Presiden Soekarno (Baim Wong) sendiri lebih memilih jalan perundingan, dan membujuk Soedirman untuk tinggal di Yogyakarta karena sang jenderal tengah sakit parah. Akan tetapi, Soedirman tetap teguh pada rencana semula, dan dimulailah strateginya memimpin gerilya bersama hanya belasan anggotanya melintasi hutan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, demi menunjukkan bahwa Indonesia masih punya kekuatan dan tak akan menyerah pada Belanda.
Mulai dari sana, film ini menuturkan tentang perang gerilya yang dilakukan Soedirman dalam rentang waktu tujuh bulan. Ini kesempatan bagi pembuat film untuk menyajikan nilai-nilai hiburan sekaligus memberikan pengetahuan tentang apa itu perang gerilya. Gerilya memang bukan perang terbuka, sehingga yang banyak ditunjukkan dalam bagian ini adalah pasukan Soedirman melintasi hutan, dari dusun ke dusun, mencoba bertahan dan menghindari sergapan Belanda, meski dengan berbagai keterbatasan.
Tetapi, film ini memakai potensi hiburan yang lain, yaitu suspense dari kejar-kejaran antara pasukan Soedirman dan tentara Belanda yang memburunya. Di sinilah film ini menunjukkan kekuatannya dan membuat ceritanya terus bergulir tanpa harus menjenuhkan. Kesan bahwa Soedirman tak pernah aman sehingga harus terus bergerak, dapat dieksekusi dengan baik di film ini, tanpa perlu dramatisasi yang kelewatan.